Muhammad Rizki Nugroho 11-062
PERENCANAAN & HASIL PEMBELAJARAN PEDAGOGI
Program pembelajaran : Berhitung sambil bermain.
Pendahuluan :
Anak merupakan anugerah terindah bagi setiap keluarga. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan berbagai petensi yang khas dan unik. Potensi yang dimiliki anak perlu dikembangkan supaya anak meraih keberhasilam dalam hidupnya. Peran pendidik (orang tua, guru dan orang dewasa) sangat penting dalam mendukung perkembangan potensi anak, upaya perkembangan tersebut dilakukan melalui bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.
Pada masa anak-anak bermain merupakan dasar bagi perkembangan karena bermain itu merupakan dasar bagi perkembangan dan sumber energi bagi perkembangan mereka. Bermain merupakan bagian dari perkembangan suatu ekspresi dari personalitas perkembangan mereka. Bermain merupakan bagian dari perkembangan anak, sense of self, kapasitas sosial dan fisik. Pada saat yang sama, melalui bermain anak-anak mengarahkan energi mereka untuk melakukan aktivitas yang mereka pilih. Tugas orang tua dan pendidik untuk memperhatikan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak anak dan kecerdasan otak anak.
Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kemampuan logika matematika Gardner dalam Musfiroh (2005:53) mendefinisikan kecerdasan matematika logis sebagai kemampuan penalaran ilmiah. Perhitungan secara matematika berfikir logis, penalaran induktif, deduktif dan ketajaman pola-pola abstrak serta hubungan dapat juga berfungsi sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai solusinya. Menurut Masitoh (2007: 18) pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memilih kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Usia ini secara stimologi disebut sebagai usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada usia ini mengalami peningkatan dari 50% sampai 80%. Menurut Musfiroh Tadkirotun (2005: 23) anak usia 5-6 tahun sedang dalam taraf perkembangan fase praoperasional. Anak belajar lebih baik melalui benda-benda nyata. Mengerjakan angka 1,2,3 akan lebih baik jika berkoresponden dengan benda-benda, misalnya : satu dengan satu bentuk origami (angka yang di bentuk dengan origami) dan seterusnya.
Anak usia 3-4 tahun pun dapat menciptakan apapun yang dia inginkan melalui benda-benda di sekitarnya. Namun demikian, tidak seperti perkembangan bahasa, pertumbuhan berhitung yang mulai berkembang ini sering tidak diperhatikan oleh orang tua dan pengasuh. Ini terjadi karena adanya pemahaman yang telah meluas bahwa berhitung matematika adalah ilmu yang hanya biasa dipelajari di sekolah dan jika kita tidak menulis angka-angka, kita tidak sedang mengerjakan matematika. Pemahaman untuk berhitung juga berhubungan dengan pengetahuan terhadap strategi dalam menghitung yang berkaitan dengan menjumlah dan mengurangi. Pengembangan kemampuan dasar berhitung dapat dilakukan dengan membiasakan anak berinteraksi dengan situasi yang berkaitan dengan menghitung, seperti menanyakan dan menghitung kehadiran anak di sekolah dan memberi tugas anak menata meja dengan satu piring, satu gelas, dan satu sendok makan dan sering memberi permainan yang mengandung giliran. Sesuai dengan karakteristik matematika, maka balajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam kemampuan kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahaan tingkah laku. Di TK sampai saat ini pengenalan konsep matematika masih berkisar pengenalan angka, bentuk geometri, berhitung atau membilang dan mengoprasikan bilangan yang terkadang kegiatan tersebut belum dimengerti anak karena tidak menggunakan media atau alat permainan yang menarik. Salah satu kegiatan pembelajaran di TK yang dapat mengembangkan kemampuan berhitung anak yaitu melalui permainan kreatifitas dan dalam bentuk warna-warna seperti origami sejauh ini kemampuan berhitung anak didik masih kurang baik, seperti anak kurang memperhatikan guru saat memberikan instruksi sehingga anak tidak mampu menyelesaikan perintah guru. Anak masih sering lupa dalam pengenalan berhitung. Hal tersebut diatas disebabkan karena :
Kurangnya minat anak dalam kegiatan pembelajaran karena kurang tersedianya media/alat peraga untuk pembelajaran berhitung,
Kurangnya kemampuan anak didik dalam mengenal angka mengembangkan imajinasi, seperti anak sering lupa dengan urutan bilangan dan yang ketiga kurangnya pengetahuan tentang berhitung anak didik dalam mengerjakan tugas dari guru dikarenakan banyak anak didik yang kurang mengerti dan memahami penjelasan dari guru.
Berdasarkan keadaan tersebut, sebagai calon pendidik, kami orang dewasa yang bertanggung jawab dalam hal ini berkonsep Pedagogi merasa perihatin jika hal-hal tersebut dibiarkan terus menerus yang berdampak pada anak kurang mampu mengekspresikan diri dan berkreasi sesuai dengan imajinasi mereka. Sehingga kami akan mencoba mengadakan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas. Dengan menggunakan media yang tersedia di lingkungan sekitar akan mempermudah anak didik untuk belajar berhitung.
Landasan Teori : Berhitung.
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi untuk dapat berpikir. Perkembangan kognitif adalah gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi dengan lingkungan. Semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama melalui empat tahapan Piaget (Slamet Suyanto, 2005:53), yaitu :
Sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Anak pada tahap ini peka dan suka terhadap sentuhan yang diberikan dari lingkungannya. Pada akhir tahap sensorimotor anak sudah dapat menunjukan tingkah laku intelegensinya dalam aktivitas motorik sebagai reaksi dari stimulus sensoris.
Praoperasional (2-7 tahun), pada tahap ini anak mulai menunjukan proses berpikir yang lebih jelas di bandingkan tahap sebelumnya, anak mulai mengenali simbol termasuk bahasa dan gambar
Konkret operasional (7-11 tahun), pada tahapan ini anak sudah mampu memecahkan persoalan sederhana yang bersifat konkrit, anak sudah mampu berpikir berkebalikan atau berpikir dua arah, misal 3 + 4 = 7 anak telah mampu berfikir jika 7 – 4 = 3 atau 7 – 3 = 4, hal ini menunjukan bahwa anak sudah mampu berpikir berkebalikan.
Formal operasional (11 tahun ke atas), pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak, mampu membuat analogi, dan mampu mengevaluasi cara berpikirnya.
Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa perkembangan anak bersifat kontinyu dari tahap ke tahap dan tidak terputus. Pada tiap anak berbeda-beda dalam mencapai suatu tahapan, terkadang batas antara tahap satu dengan tahap lainnya tidak begitu terlihat.
Anak usia TK berada pada tahap praoperasional (2-7 tahun). Istilah praoperasional menunjukan pada pengertian belum matangnya cara kerja pikiran. Pemikiran pada tahap ini masih kacau dan belum terorganisasi dengan baik (Santrock, 2002:251). Pada tahap usia ini sifat egosentris pada anak semakin nyata.
Adapun ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional Rita Eka Izzaty, dkk, (2008:88), diantaranya:
Anak mulai menguasai fungsi simbolis, anak telah mampu bermain pura-pura dan kemampuan berbahasanya semakin sistematis.
Anak suka melakukan peniruan (imitasi) dengan apa yang dilihatnya. Peniruan ini dilakukan secara langsung maupun tertunda, yang dimaksud peniruan yang tertunda adalah anak tidak langsung meniru tingkah laku orang yang dilihatnya melainkan ada rentang waktu beberapa saat baru menirukan.
Cara berpikir anak yang egosentris, dimana anak belum mampu untuk membedakan sudut pandang seseorang dengan sudut pandang orang lain. Anak masih menonjolkan “aku” dalam setiap keadaan.
Cara berpikir anak yang centralized, yaitu cara berpikir anak masih terpusat pada satu dimensi saja. Contoh, seorang anak dihadapkan pada dua gelas yang diisi air berbeda, yang satu air putih dan yang satu air teh dengan volume yang sama antara air putih dan air teh sehingga terlihat sejajar atau sama banyak, jika anak ditanya apakah air putih dan air teh sama banyak? Anak akan menjawab “ya”, kemudian anak diminta menuang air putih tersebut ke dalam gelas yang lain yang ukurannya lebih lebar sehingga jika dituang air putih terlihat lebih sedikit. Anak ditanya lebih banyak yang mana antara air putih dan air teh? anak akan menjawab lebih banyak air teh daripada air putih karena air teh lebih tinggi dari air putih. Dalam hal ini anak tidak memikirkan lebar gelas yang digunakan tetapi hanya memperhatikan tinggi air jika disejajarkan. Cara berfikir yang seperti ini dikatakan belum menguasai gejala konservasi.
Berpikir tidak dapat dibalik, operasi logis anak belum dapat dibalik. Pada tahap ini anak belum dapat berpikir berkebalikan (reversibel) atau berpikir dua arah, contoh anak memahami jika 4 + 2 = 6, namun anak belum dapat memahami jika 6 – 2 = 4 atau 6 – 4 = 2 (Slamet Suyanto, 2005:65)
Berpikir terarah statis, anak belum dapat berpikir tentang proses terjadinya sesuatu.
Penjelasan : Kami ingin memberikan pelajaran dengan konsep belajar sambil bermain yang dikhususkan untuk belajar berhitung dengan metode menggunakan alat bantu seperti kertas warna-warni yang akan dibentuk menjadi angka-angka sehingga anak-anak akan lebih tertarik untuk belajar
Subjek : 8 orang anak yang memiliki rentang usia 4-6 tahun
Lokasi : Jl. Dr. Mansyur Gang Sipirok
Waktu :
Kamis, 23 April 2015
Jumat, 24 April 2015
Sabtu, 25 April 2015
Durasi Kegiatan : 60 menit untuk setiap pertemuan
Rencana Kegiatan :
Kamis, 23 April 2015 {pertemuaan 1}
Perkenalan
Belajar berhitung
Tanya jawab tentang berhitung
Games
Doa dan Penutup
Jumat, 24 April 2015 {pertemuaan 2}
Ice breaking
Belajar berhitung
Tanya jawab tentang berhitung
Games
Doa dan Penutup / Sayonara
Sabtu, 25 April 2015 {pertemuaan 3}
Opening
Belajar berhitung
Ice Breaking
Tanya jawab tentang berhitung
Games
Penutupan
Media :
Alat tulis
HP/ Tab
Buku tulis
Origami
Perincian Biaya
Origami : Rp 10.000,-
Buku Tulis : Rp 2.250,- (8 x Rp. 2.250,-) = Rp. 18.000,-
Alat Tulis : Rp. 1.500,- ( 8x Rp. 1.500,-) = Rp. 12.000,-
Jumlah : Rp 40.000,-
Hari pertama (01 April 2015)
Sample : 4 orang anak
Ongkos : -
Reward : Rp 4000/anak (Biskuit + Susu)
Jumlah : Rp 16.000
Hari kedua (02 April 2015)
Sample : 8 orang anak
Ongkos :
Reward :Rp 2000/anak (Biskuit + Roti )
Jumlah : Rp 16.000
Hari ketiga (04 April 2015)
Sample : 8 orang anak
Ongkos : -
Reward :Rp 2000/anak (Roti + Permen)
Jumlah : Rp 16.000
TOTAL : Rp 48.000
Total Keseluruhan Rp 48.000 + Rp 40.000,- = Rp 88.000,-
Peran / Tugas Anggota :
Kamis, 23 April 2015
Pembukaan & Perkenalan : Seluruh anggota kelompok
Pengajar : Riza Indri Sri Metami Barus
Games : Muhammad Rizki Nugroho & Nisya Aspasia
Dokumentasi : Eka Sartika
Penutup : Seluruh anggota kelompok
Jumat, 24 April 2015
Pembukaan / Ice breaking : Seluruh anggota kelompok.
Pengajar : Nisya Aspasia
Games : Riza Indri Sri Metami Barus & Eka Sartika
Dokumentasi : Muhammad Rizki Nugroho
Penutup : Seluruh anggota kelompok
Sabtu, 04 April 2015
Pembukaan / Ice Breaking : seluruh anggota kelompok
Pengajar : Muhammad Rizki Nugroho
Games : Nisya Aspasia & Eka Sartika
Dokumentasi : Riza Indri Sri Metami Barus
Penutup : Seluruh anggota kelompok
Pelaksanaan :
Pada hari Kamis, 23 April 2015 pukul 14.35 kelompok sampai di lokasi. Hal pertama yang kami lakukan adalah menemui orang tua dan anak didik. Setelah itu, kami langsung berkenalan dengan para anak-anak. Saat itu anak-anak yang berada disana hanya dua orang, berbeda dengan permintaan kami di awal yang seharusnya 3 orang. Menurut salah satu orang tua anak didik, hal ini mungkin disebabkan anak-anak yang lain masih pada tidur. Dua anak ini bernama Imam dan Rizi. Keduanya berusia rentang 5-6 tahun. Awalnya sangat sulit bagi kami untuk berkenalan dengan kedua anak ini, mereka masih malu-malu untuk berbicara bahkan untuk memperkenalkan diri. Melihat hal ini, kami sedikit berimprovisasi dalam perkenalan. Berdasarkan hal itu, kami mencoba membuat mengajak mereka untuk memperkenalkan diri satu per satu. Perkenalan ini berisikan nama, usia dan hobi mereka. Mereka menyusunkan kata-kata “nama saya adalah …..” , “usia saya …. tahun”, “Hobi saya …..”. Tidak lama setelah hal ini berlangsung, datanglah 2 anak lagi, mereka adalah Adelia dan Boloni. Kami melakukan hal yang serupa dengan mereka dan melanjutkan phrobing pada dua anak yang sebelumnya. Hal ini sangat berhasil, mereka yang awalnya malu untuk berbicara namun setelah beberapa saat pendekatan mereka mulai terbiasa berbicara dan dekat dengan kami.
Pukul 15.10, setelah suasana mencair, kami baru mulai mengajarkan materi hitung yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Anak-anak sangat antusias dengan materi yang diberikan. Ditambah lagi dengan sudah mulai terbentuknya kepercayaan antara pendidik dan terdidik. Namun di pertengahan waktu saat peralihan dari materi ke sesi game terjadi kericuhan. Hal in terjadi karena anak-anak disana ketika mendengar kata games memiliki persepsi bahwa mereka akan memainkan gadget. Sehingga kami harus menjelaskan bahwa bukan itu yang kami maksud. Anak-anak disana memang terlihat sangat tertarik dengan gadget, hal ini dapat dilihat dari tingkah mereka setelah suasana mencair, jika melihat salah satu dari kami memegang gadget untuk dokumentasi akan langsung menghampiri dan menarik-narik. Hal ini menyebakan kami sulit untuk melakukan dokumentasi pada saat itu.
Games yang kami buat adalah mengkombinasikan antara berhitung dan mengenal warna dengan media origami yang berwarna-warni dan dibentuk menjadi angka-angka. Pertama-tama, pertanyaan mengenai penjumlahan yang telah kami buat kami berikan kepada anak didik. Semua anak didik berkesempatan untuk menjawab dengan cara tunjuk tangan. Lalu anak didik yang paling cepat menunjukkan tangannya, dia lah yang berhak untuk menjawab. Anak didik menjawab dengan memilih angka-angka yang telah dibentuk dari origami. Setelah menjawab, anak didik diminta untuk menyebutkan warna dari angka yang telah diambilnya. Anak didik yang menjawab pertanyaan dengan benar, kami berikan reward.
Pukul 15.45 kami bersiap pulang. Kelas diakhiri dengan membaca doa.
Pada pertemuan kedua yaitu hari Jumat, 24 April 2015 pukul 14.00, kami sampai di lokasi belajar. Di sana kami menemukan 4 orang anak lain lagi selain 4 anak didik yang telah kami ajarkan pada hari sebelumnya, sehingga menjadi 8 orang. Rentang usia mereka antara 5-6 tahun. Awalnya kami kebingungan, namun akhirnya kami memutuskan untuk mengajari mereka semua. Materi berhitung yang kami diajarkan di hari kedua adalah pengurangan. Setelah selesai memberikan materi, kami mengajak mereka untuk bernyanyi bersama karena suasana sedikit ricuh dan anak didik tidak fokus pada pengajar.
Setelah bernyanyi bersama, kami bermain games. Games yang kami buat di hari kedua adalah mengkombinasikan antara pengurangan dengan penjumlahan. Cara dan media sama dengan hari sebelumnya. Pada games di pertemuan kedua ini lebih terasa suasana kompetisi di antara anak-anak didik karena jumlah mereka lebih banyak dibandingkan hari pertama. Anak didik yang menjawab pertanyaan dengan benar, kami berikan reward.
Pukul 15.30 kelas diakhiri dengan membaca doa. Lalu kami bersiap pulang.
Di pertemuan ketiga yaitu pada hari Sabtu, 25 April 2015 pukul 14.00, kami sampai di lokasi belajar. Di sana kami telah ditunggu dengan anak-anak didik. Di hari terakhir ini kami sepakat untuk mengevaluasi dengan mengulangi materi-materi yang telah kami berikan dihari sebelumnya dengan cara lebih banyak bermain games berhitung yang kalau anak didik yang menjawab pertanyaan dengan benar, kami berikan reward. Kebetulan sekali pada hari itu salah satu anggota kami ada yang berulangtahun sehingga anak didik satu per satu menyanyikan sebuah lagu untuk anggota kami yang berulangtahun. Setelah itu kami membuat penutupan kepada peserta didik dengan senyampainkan terimakasih dan pesan-pesan kami kepada mereka.
Pukul 15.40 kelas diakhiri dengan membaca doa. Lalu kami bersiap pulang.
Hasil :
Tujuan kami melakukan kegiatan ini adalah memberikan pendidikan berhitung dengan konsep belajar sambil bermain dengan menggunakan alat bantu seperti kertas warna-warni yang akan dibentuk menjadi angka-angka sehingga anak-anak akan lebih tertarik untuk belajar berhitung. Awalnya memang sulit karena anak-anak didik terlihat tidak menyenangi pelajaran berhitung dan perhatian mereka cepat beralih ke hal lain selama proses belajar. Mungkin dikarenakan anak-anak didik merasa kesulitan atau karena selama ini metode yang diberikan tidak menarik bagi mereka. Setelah kami melakukan kegiatan ini selama 2 hari, di hari ke-tiga antusias dan perhatian anak-anak didik semakin meningkat terhadap materi yang kami ajarkan. Anak –anak didik menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan yang mereka miliki. Proses belajar mengajar pun berlangsung dengan menyenangkan bagi anak-anak didik sehingga mereka memahami materi yang kami sampaikan. Hal ini menunjukkan kami sebagai pendidik berhasil membuat suasana belajar yang menyenangkan. Anak-anak didik tidak hanya mampu mampu mengerjakan soal hitungan, tetapi mereka juga menjadi lebih berani dan percaya diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar