Cari Blog Ini

21 Juni 2013

Pawang Hujan??? Tau gk sihhh



Pandangan pawing Hujan dalam islam :
semua kita tentu ketika ingin mengadakan suatu acara/kegiatan besar (punya hajatan) menginginkan suasana yang kondisif dan bebas gangguan, baik itu yang bersifat alamiah, tekhnis, maupun hal lainnya. Hujan sebenarnya adalah rahmat dari Allah SWT, namun dalam kondisi tertentu juga bisa menjadi bencana, petaka, dan di anggap sebagai masalah. Ketika ingin mengadakan acara besar seperti mengadakan acara keramaian yang melibatkan masyarakat banyak, acara walimahan/resepsi pernikahan, maupun acara lainnya, hujan bisa di anggap sebagai masalah.
Kalau kita melihat kondisi saat ini, hampir seluruh masyarakat masih sangat percaya dan mengandalkan pawang hujan supaya bisa menahan atau memindahkan hujan ketempat lain agar acara yang diadakannya sukses tidak mengalami gangguan hujan. Mulai dari masayrakat awam, pedesaan, tradisional, sampai pada masyarakat terdidik, berpangkat, masyarakat kota, bahkan juga ada orang yang dikenal paham akan agama.
Sangat penting bagi kita yang muslim dan memiliki aqidah yang benar, dalam segala hal menimbang dengan ajaran islam. Karena bagi kita orang beriman, pasti kita tidak akan bermain-main dengan yang namanya aqidah.
Ayat yang sering kita baca akan Engkau aku menyembah dan akan Engkau aku minta pertolongan (Al-Fatihah: 50) merupakan salah satu pondasi aqidah bagi kita, dimana ayat ini menekankan bahwa hanya Allah lah tempat bagi kita untuk minta pertolongan. Ustadz Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zilalil Qur’annya mengomentari ayat ini “Ini satu lagi 'aqidah pokok yang lahir dari 'aqidah-'aqidah pokok yang lepas yang telah diterangkan dalam surah ini, yaitu 'aqidah tiada 'ibadat melainkan untuk Allah dan tiada permohonan pertolongan melainkan kepada Allah”.

Kemudian juga dalam ayat yang lain Allah berfirman Allah tempat bergantung (QS Al-Ikhlas: 2). Ust Sayyid Qutb dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini “Dialah sahaja yang ditujukan untuk memenuhi hajat-hajat dan Dialah sahaja yang menyahut seruan hamba-hamba-Nya yang mempunyai hajat. Dialah sahaja yang memutuskan segala perkara dengan keizinan-Nya dan tiada siapa yang turut membuat keputusan bersama-sama-Nya”.

Jika kita menimbang kedua ayat diatas dengan permintaan kepada pawang hujan untuk menghentikan atau memindahkan hujan, maka jelas menyalahi ayat ini. Jika ayat ini berisi tentang tuntunan aqidah yang lurus, maka berarti permintaan kepada pawang hujan menyalahi aqidah yang lurus.

Ada mungkin kita yang beralasan bahwa sebenarnya kita juga memohon kepada Allah, pawang hujan hanya menjadis sarana/perantara bagi kita dalam berdoa. Maka komentar ini bisa kita jawab, kenapa kita harus meminta orang lain untuk berdoa? Kenapa tidak kita saja yang langsung berdoa kepada Allah. Bukankah doa kita dengan doa sang pawang sama. Bukan tempat yang kita minta sama, yaitu Allah, atau jangan-jangan permohonan yang disampaikan sang pawang bukan kepada Allah?!.

Kalaupun kita minta didoakan, kenapa meminta doanya tidak kepada para ulama yang sudah jelas aqidahnya. Biasanya ketika menemui pawang, maka ada syarat-syarat yang diminta, maka ini adalah sebuah kejanggalan, karena dalam berdoa Allah tidak meminta apapun, yang meminta syarat-syarat tertentu biasanya adalah para jin, syetan, dan para sekutunya. Kalau memang benar permintaannya kepada makhluk Allah (jin atau syetan), maka sudah jelaslah kesyirikannya.

Dengan kita sangat yakin saja dengan pawang, itu bisa dikhawatirkan jatuh kepada kesyirikan, karena sebenarnya kita percaya akan kekuatan sang pawang. Kita percaya pawang bisa menahan dan memindahkan hujan, ini adalah pikiran yang menyimpang dari aqidah yang lurus.

Hujan adalah sesuatu yang menjadi rahasia Allah dan menjadi ranah kekuasaan Nya, dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda: “Ada lima kunci ghaib yang tidak diketahui seorangpun kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang terdapat dalam rahim, tidak ada satu jiwapun yang tahu apa yang akan diperbuatnya esok, tidak ada satu jiwapun yang tahu di bumi mana dia akan mati, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan turunnya hujan.” (HR. Al-Bukhari no. 1039).

Hujan adalah perkara ghaib. Karenanya, barangsiapa yang mengklaim bisa menurunkan hujan atau mengklaim bisa menahan turunnya hujan (pawang hujan) maka dikhwatirkan jatuh kepada kesyirikan berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak yang menjelaskan kafirnya makhluk yang mengklaim mengetahui perkara ghaib.

Lalu bagaimana dengan prediksi cuaca oleh BMKG, maka perlu ditekankan itu bukan berarti mengetahui pasti turunnya hujan, terbukti ada banyak prediksi yang kurang tepat. Bahkan bahasa yang BMKG gunakan adalah Perkiraan Cuaca.

Dalam Ilmu psikologi:
Jika kita bertanya apa arti istilah “pawang” kepada seorang pawang, dan juga bertanya pada orang awam, maka mereka memiliki perspektif yang berbeda. Seorang awam akan mengartikan pawang sebagai orang yang memiliki kesaktian dan mampu menundukkan sesuatu yang dipawangi itu. Jadi pawang hujan berarti orang yang memiliki kesaktian dan mampu menundukkan perilaku hujan, memindahkan hujan, menghilangkan hujan dan sebagainya.
Menariknya, jika kita bertanya pada si pelaku (pawang), maka umumnya ia akan menolak pandangan itu. Ia tidak merasa punya kesaktian dalam hal menundukkan harimau, atau kesaktian yang berhubungan dengan harimau. Ia lebih suka untuk mengatakan bahwa ia memiliki kemampuan berkomunikasi secara ideal dengan harimau, menyelaraskan diri dengan harimau. Dalam kondisi komunikasi yang ideal ini maka akan terjadi deep rapport (hubungan yang mendalam) antara i pawang dan harimau. Pada kondisi deep rapport inilah semua urusan menjadi cincailah!
Begitulah, apa yang nampak saat melihat seorang pawang beraksi tidaklah menunjukkan secara lengkap atas apa yang dilakukannya pada harimau itu. Yang nampak sepertinya kegiatan menundukkan, padahal yang dilakukan adalah berkomunikasi harmonis sampai level bawah sadar. Dengan metode tertentu atau cara yang dikembangkan turun menurun, seorang pawang memiliki keahlian berkomunikasi pada level bahwah sadar dengan binatang piaraannya.
Pada jaman dulu, keahlian yang dimiliki itu disebut sebagai turun temurun. Karena yang terjadi adalah diwariskan sejalan dengan waktu berjalan, jadinya mirip semacam on the job training / magang. Si anak akan melihat dan dilibatkan terus menerus dalam kegiatan kepawangan orang tuanya. Dan yang paling penting adalah si anak mengalami secara ‘live’ bagaimana atittude orang tuanya dalam menjalankan kepawangan, termasuk bagaimana orang tuanya melakukan proses problem solving secara daily basis. Belum lagi adanya diskusi dan pembicaraan yang juga menjadi pewarisan kearifan tersendiri. Beberapa kondisi juga dilakukan ritual-ritual yang akan semakin menguatkan belief system bagi si anak atas terjadinya proses transfer. Demikianlah, sehingga akhirnya terjadilah proses pewarisan ilmu kepawangan ini, dan kemudian disebut orang dengan istilah ilmu ‘keturunan’.
Nah, bagaimana dong kalau kita tidak punya ilmu keturunan, bakat dan lain-lainnya. Di sinilah peran NLP akan sangat berguna bagai proses transfer ilmu. Di dunia ini banyak ilmu, teknik yang kelihatannya hebat dan diliputi kabut misteri apa yang sebenarnya terjadi? NLP berjuang keras menyibakkan kabut misteri ini sehingga menjadi sesuatu yang learnable, duplicable dan seterusnya.

Pawang adalah jago Pacing
Kembali pada pembahasan mengenai pawang, tentunya kita ingin memiliki kemampuan seorang pawang. Secara NLP, keahlian seorang pawang bisa diperoleh apabila kita pandai menjalin hubungan dengan baik. Ini disebut sebagai rapport building, membangun keakraban. Proses rapport building diperoleh dengan langkah pacing-leading. Secara sederhana pacing adalah berarti penyelarasan, pensejajaran, atau proses untuk masuk ke dalam model dunia orang lain.
Menjadi pawang harimau, artinya kita bisa menyelaraskan diri dengan ‘pemikiran’ seekor harimau. Menjadi pawang bayi artinya kita menyelaraskan ‘pemikiran’ kita dengan ‘pemikiran’ si bayi. Dengan bahasa yang lebih ngenelpe, menjadi pawang bayi dilakukan dengan cara harus bisa masuk ke model dunia seorang bayi. Inilah yang disebut “step into baby mind“.
Ada banyak cara untuk bisa memasuki model dunia orang lain, bayi dan harimau. Dalam konteks menjadi pawang bayi atau pawang harimau, bisa dilakukan melalui dua pintu. Pintu pertama adalah yang disebut callibration,  Melalui kalibrasi kita akan melakukan pengamatan fisiologis untuk mengetahui state of mind yang sedang dialami oleh si bayi/harimau.
Nah, di kemudian hari, dengan mengamati kondisi fisiologinya, kita akan tahu state of mindnya, dengan demikian kita bisa masuk ke kondisi emosinya (pacing) ini dengan lebih mudah. Jadilah kita seorang pawang, karena kita adalah jago pacing. Dan semua penbelajar NLP juga tahu, jika pacing sudah sukses, maka leading adalah hal yang mudah….
Inilah dia, jika seorang pawang kelihatan bisa menyuruh (leading) harimaunya untuk melakukan ini itu, hal ini bisa terjadi karena ia sudah sukses melakukan pacing sebelumnya. Pacing yang sangat dalam dan emosional.
Jika saya ditanya, ingin menjadi pawang apa? Maka saya akan memilih menjadi pawang manusia. Dan belajar NLP menjadikan kita seorang pawang manusia, baik menjadi mem-pawang-i diri kita sendiri maupun mem-pawang-i orang lain.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar